Senin, 7 Jul 2025

Iklan

Kritik Bukan Kurang Ajar, Ini Alarm Demokrasi di SBT

Kamis, 26 Juni 2025, 14.18 WIB Last Updated 2025-06-26T07:20:00Z

Foto : Saleman Kelrey, Seorang mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Seram Bagian Timur 

TribunIKN.Com – Di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), persoalan kritik terhadap pemerintah kerap dihadapkan pada tafsir sempit yang keliru. Tak jarang, aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui unjuk rasa atau media sosial langsung dicap sebagai tindakan kurang ajar, seolah-olah kritik adalah bentuk pemberontakan terhadap pemimpin yang harus dihormati tanpa syarat.


Kondisi ini menjadi lebih sensitif ketika sosok pemimpin diasosiasikan dengan darah bangsawan atau keturunan raja. Maka, kritik dianggap bukan hanya menentang kebijakan, tetapi juga dianggap sebagai pelecehan terhadap nilai-nilai budaya dan kehormatan. Inilah bentuk pembelokan makna demokrasi yang harus diluruskan oleh kita semua, terutama generasi muda.


Kritik adalah Bentuk Cinta terhadap Pemerintah


Perlu kita tegaskan: kritik bukanlah bentuk kebencian. Kritik adalah ekspresi kepedulian. Ketika rakyat menyampaikan ketidakpuasan melalui unjuk rasa atau diskusi publik, itu adalah bagian dari mekanisme kontrol sosial yang sah. Demokrasi justru tumbuh dan berkembang dari adanya ruang terbuka untuk perbedaan pendapat.

Sayangnya, sebagian pihak cenderung mempolitisasi kritik sebagai bentuk kebencian atau bahkan dianggap berasal dari “barisan sakit hati”. Ini adalah narasi manipulatif yang melemahkan partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan. Padahal, dalam sistem demokrasi, kritik adalah hak konstitusional setiap warga negara—bukan hak istimewa segelintir elite.


Generasi Muda SBT Jangan Bungkam


Sebagai anak muda SBT, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi penjaga akal sehat publik. Ketika terjadi ketimpangan, penyalahgunaan wewenang, atau kebijakan yang tidak pro-rakyat, kita wajib bersuara. Bersuara bukan berarti menghina. Berteriak di jalan bukan berarti tak beradab. Unjuk rasa adalah bahasa demokrasi yang telah diakui secara universal.


Jika ruang kritik dibungkam dengan dalih sopan santun semata, maka kita tengah membuka pintu bagi lahirnya otoritarianisme lokal. Pemimpin bukanlah raja yang tak boleh disanggah. Ia adalah pelayan rakyat yang kebijakannya harus terbuka untuk dikritik.


Kritik Itu Vitamin bagi Demokrasi


Pemerintah yang sehat adalah pemerintah yang siap menerima kritik. Kritik harus dilihat sebagai cermin untuk memperbaiki diri, bukan sebagai ancaman. Jika ada warga yang berdemo, bukan berarti mereka membenci pemerintah. Bisa jadi mereka justru lebih peduli daripada mereka yang diam demi kenyamanan semu.


Jangan terjebak dalam dikotomi palsu antara pro dan kontra pemerintah. Bahkan mereka yang mendukung pemerintah pun wajib mengoreksi jika kebijakan mulai melenceng dari prinsip keadilan dan kepentingan rakyat.


Saleman Kelrey