![]() |
Foto : Istimewa |
BERAU, Kalimantan Timur — Di tengah wacana besar soal transisi energi dan ekonomi hijau, praktik pertambangan ilegal justru tumbuh subur di sejumlah daerah Indonesia. Salah satu titik panas terbaru berada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang kini kembali bergelut dengan aktivitas tambang batubara tanpa izin.
Aktivitas ini terpantau di Jalan Poros Kelay KM 32 dan diduga terhubung dengan jeti pengiriman di kawasan Leter S, Jalan Poros Labanan–Teluk Bayur. Meski tidak memiliki izin resmi, aktivitas penambangan dan distribusi batubara berlangsung terang-terangan, seolah hukum hanya menjadi formalitas yang tak berdaya di hadapan kepentingan ekonomi sesaat.
Warga mengeluhkan dampak lingkungan mulai dari rusaknya vegetasi, aliran air yang tercemar, hingga ancaman longsor akibat lubang tambang yang ditinggal menganga.
“Kalau dibiarkan, Berau bukan hanya kehilangan hutan, tapi juga kehilangan masa depan. Tambang ilegal ini bukan sekadar kejahatan ekonomi, tapi juga kejahatan lingkungan,” ujar Bang Sis, aktivis hukum sekaligus warga setempat, Sabtu (28/6/2025).
Bukan Kasus Tunggal: Tambang Ilegal adalah Epidemi Nasional
Tambang ilegal di Berau hanyalah satu contoh dari fenomena yang lebih luas. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa pada 2023 saja, terdapat lebih dari 2.700 titik tambang ilegal di seluruh Indonesia, mayoritas berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra.
Beberapa kasus besar yang mencuat dalam 5 tahun terakhir:
1. Kalimantan Selatan (2021): Sungai Barito tercemar parah akibat endapan lumpur dan limbah tambang ilegal. Ratusan warga di Barito Kuala kehilangan akses terhadap air bersih.
2. Sulawesi Tenggara (2022): Tambang nikel ilegal di Konawe Utara mengakibatkan banjir besar yang merendam lima desa, akibat rusaknya kawasan resapan air.
3. Kalimantan Timur (2019–2024): Sedikitnya 40 lubang tambang tercatat menelan korban jiwa, sebagian besar anak-anak yang tenggelam di bekas galian yang tak direklamasi.
4. Sumatera Selatan (2020): Kebun rakyat di Musi Rawas rusak parah karena tanah runtuh akibat penambangan batubara liar di daerah bukit.
5. Papua Barat (2023): Aktivitas penambangan emas tanpa izin di Pegunungan Arfak menyebabkan pencemaran merkuri yang mengancam ekosistem sungai dan laut.
Ironisnya, sebagian besar pelaku tambang ilegal ini lolos dari jerat hukum. Ketiadaan izin bukan penghalang utama ketika ada kolusi antara pengusaha lokal, oknum aparat, dan pembiaran sistematis dari pemerintah daerah.
UU Ada, Penindakan Nihil
Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba secara tegas melarang eksploitasi tanpa IUP (Izin Usaha Pertambangan). Pasal 161 menyatakan bahwa setiap aktivitas tambang tanpa izin resmi dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp 100 miliar.
Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Hingga pertengahan 2025, belum ada proses hukum signifikan terkait tambang ilegal di Berau, padahal laporan masyarakat dan investigasi independen sudah berulang kali disampaikan.
“Kalau hukum tidak lagi bekerja untuk melindungi rakyat dan lingkungan, maka kita sedang menuju kehancuran yang dilegalkan,” tegas Bang Sis.
"Aktivis Hukum Desak Polri Usut Tambang Ilegal di Kabupaten Berau" Desakan Warga: Segera Tindak, Bukan Tunggu Korban
Masyarakat Berau menuntut tindakan tegas dari Pemkab Berau, aparat kepolisian, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Investigasi harus dimulai dari hulu ke hilir, menelusuri rantai distribusi batubara ilegal, serta mengungkap aktor di balik operasi ini.
“Jangan tunggu sampai banjir bandang atau tanah longsor menelan desa. Penegakan hukum harus hadir sebelum bencana, bukan setelah korban berjatuhan,” Ujar salah satu warga setempat yang tidak mau di sebut namanya.
Indonesia Butuh Ketegasan, Bukan Kompromi
Apa yang terjadi di Berau adalah miniatur dari darurat ekologis yang sedang menggerogoti banyak wilayah di Indonesia. Jika pembiaran terhadap tambang ilegal terus berlangsung, maka tak hanya hutan yang musnah, tapi juga harapan generasi mendatang.
Tugas negara bukan sekadar menulis pasal hukum, tapi memastikan hukum itu hidup dan berpihak pada keberlanjutan.