![]() |
Foto : Kegiatan Launching Buku, di Gedung Kampus Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta |
TribunIKN.Com. Com - Tim Instruktur Nasional Bimbingan Tekhnis (Bimtek) ke-BK-an Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Susianingsih mengungkapkan pendidikan karakter yang menurun mengakibatkan tingkat kekerasan di lingkungan pendidikan semakin tinggi. Penurunan itu diakibatkan karena dipengaruhi oleh perkembangan digital yang cukup pesat.
Hal itu ia sampaikan saat mengisi materi pada kegiatan Bimtek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan yang diikuti guru BK tingkat Madrasah Aliyah (MA) se-DKI Jakarta dilaksanakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bekerja sama dengan Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) DKI Jakarta di kampus Unusia pada Selasa (17/6/2025)
“Kita di sisi lain dihadapkan dengan permasalahan degradasi moral anak, karakter anak. Untuk bisa menumbuh kembangkan karakter positif anak sangat luar biasa, butuh tenaga ekstra tidak seperti zaman kita dulu. Zaman sekarang harus bersaing dengan digitalisasi,” jelas Susianingsih.
Karakter murid, kata Susianingsih menjadi tanggung jawab tri pusat pendidikan yaitu sekolah, orang tua dan lingkungan masyarakat. Diperlukan kolaborasi tiga komoponen tersebut untuk meningkatkan karakter baik bagi murid.
“Data-data di lapangan menunjukkan penurunan kualitas pendidikan. Kemudian rapor pendidikan menunjukkan rendahnya karakter murid dan juga proses pembelajaran. Dua point itu dari rapor pendidikan selebihnya masih rata-rata,” ungkapnya.
Susianingsih menjelskan perubahan yang begitu cepat menjadi semakin tidak terkendali sehingga para guru diharuskan terus adaptif dengan perbuahan-perubahan tersebut. Kondisi itu dikenal dengan era Vuca (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) dimana perubahan lingkungan yang begitu cepat, tidak jelas dan tidak terduga dapat memunculkan masalah baru dan berakibat merembet lebih luas.
“Efek dari era digitalisasi dan era Vuca segala macem tadi, akhirnya sistem segala macem tidak mempan, penanaman karakter dalam dunia pendidikan nggak mempan,” imbuhnya.
Lebih lenjut, ia mengunngkapkan ke depan beberapa kementerian akan turun ke lapangan untuk melakukan pendampingan kepada para guru. Sebagai piloting projectnya dari Sekretrais Negara (Sekneg) dan kementerian yang lain akan menyusul.
“Sudah pasti ke depan, karena ini saya ada di dalamnya, sudah pasti kementerian-kementerian yang lain akan menyusul. Tugasnya apa? bulan Juli sampai dengan November mereka turun di lapangan akan mendampingi guru-guru,” katanya.
Pada proses pendampingan itu, lanjut Susianingsih, memberikan ilmu-ilmu baru dan memaparkan kondisi real di lapangan saat ini sehingga para guru dapat memahami dengan jelas tantangan yang dihadapi. Hal itu dilakukan agar guru benar-benar mengetahui perubahan yang begitu cepat sehingga dapat mengatasi segala bentuk persoalan yang dihadapi.
“Misalnya, dunia indsutri mintanya seperti ini loh. Dunia pekerjaan mintanya seperti ini loh. Sedangkan guru paradigmanya masih pake lama terus. Ini mindset dari pemerintah sehingga memiliki program piloting project seperti itu,” lanjutnya.
Maka dari itu, tegas Susianingsih guru BK harus tingkatkan ilmunya. Mekanisme penanganan masalah murid tidak hanya ranah guru BK saja tetapi semua guru harus terlibat. Bahkan penanganan pembentukan karakter bukan semata tugas guru BK tapi semua guru bertanggung jawab.
“Kalau guru BK diam saja, guru BK nggak upgrade ilmu, bubar,” tegas Susianinsih.