TribunIKN.Com - Kepala Badan Pelaksana Haji (BP Haji) Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan mengungkapkan untuk mengatasi antrean panjang jamaah calon haji akan menyiapkan langkah audit data antrean. Mulai tahun 2026 pelaksanaan haji akan diurus oleh BP Haji yang dipimpin Gus Irfan. Salah satu yang akan dibenahi adalah antrean berangkat haji. Termasuk membenahi apa yang disebut sebagai ‘kuota batu’.
"Kalau memang ada hal-hal yang perlu diperbaiki akan diperbaiki, termasuk beberapa antrean yang kita sebut kuota batu. Ada namanya, ada alamatnya, ada pembayarannya, tapi ketika dipanggil tidak muncul. Itu juga akan mengurangi panjangnya antrean," kata Irfan di Kantor MUI Pusat, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025).
Gus Irfan menjelaskan, audit ini menjadi langkah awal dalam menghadapi panjangnya antrean haji yang mencapai 5,5 juta pendaftar. Namun, untuk mengatasi antrean panjang itu kunci utama tetap bergantung pada kuota yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
"Antrean bagaimanapun juga pasti tergantung dari pemerintah Saudi, berapa yang diberikan kuotanya," ujarnya.
Selain pembenahan antrean, Gus Irfan juga berencana memperketat aspek istita'ah atau kemampuan jemaah, terutama dari sisi kesehatan. Hal ini dilakukan setelah adanya masukan dari Pemerintah Arab Saudi terkait jemaah yang sebenarnya tidak layak secara medis namun tetap diberangkatkan.
"Memang tahun ini kita dalam tanda petik mendapatkan masukan dari pemerintah Saudi, kenapa banyak jemaah-jemaah yang secara teknis tidak istita'ah tapi tetap berangkat," ucap Irfan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh mengingatkan bahwa istita'ah bukan hanya menyangkut kesehatan fisik.
"Tapi terminologi istita'ah bukan hanya sekadar kesehatan, jadi ada rincian mengenai makna istita'ah atau mampu yang menyebabkan jemaah haji itu wajib berangkat," jelas Niam.
Sekretaris Rancangan Undang-undang (RUU) Haji Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Pusat Hamam Asy’ari berharap manajemen dan tata kelola pelaksanaan haji bisa lebih baik lagi, tentunya dengan transparan dan akuntabel.
Hal itu ia sampaikan pada kegiatan Konsinyering II RUU Haji dan Keuangan Haji yang dilaksanakan oleh Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) DP MUI Pusat di kantor MUI Pusat Jakarta Pusat pada Kamis (19/6/2025).
Lebih lanjut, Hamam meminta persoalan isthito'ah harus mengedepankan qoidah usuhul 'Dar'ul mafasid muqodamun ala jalbil al masholih yaitu harus mengutamakan menolak bahaya dibanding mengambil kemaslahatan.
“Menolak bahaya lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. Artinya memperhatikan secara maksimal faktor kesehatan jama'ah, menimalisir masalah, umur tua juga menjadi perhatian penting agar bisa mengurangi angka kematian jama'ah kedepannya,” ujar Hamam.
Kemduian, ia juga meminta untuk diberi kemudahkan jalur koordinasi terhadap kementrian haji dan umroh Arab Saudi. Hal itu dikarenakan mayoritas masyarakat umat muslim Indonesia yang semuanya punya cita-cita berangkat haji, agar lebih fokus dan efektif dalam pengelolaan ibadah haji.
“Untuk itu, MUI berharap status kelembagaan BPH bisa diperjelas agar lebih efektif,” imbuhnya.