![]() |
Foto : Istimewa |
TribunIKN.Com - Proyek pembangunan jalan lapen yang menghubungkan Desa Tahalupu dan Dusun Tihu di Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Bagian Barat, kini menuai sorotan tajam. Proyek dengan nilai anggaran mencapai Rp 7,3 miliar dari APBD Tahun 2023 itu kini diduga mengalami kerusakan parah dan disebut tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Pekerjaan jalan ini diketahui dikerjakan oleh CV Putra Mulia, perusahaan kontraktor yang beralamat di Desa Labuang, Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan. Proyek tersebut berada di bawah pengawasan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Seram Bagian Barat.
Namun, berdasarkan hasil investigasi dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Provinsi Maluku, pekerjaan ini dinilai tidak memenuhi standar mutu yang diharapkan. Pasalnya, belum genap tiga tahun sejak rampungnya pembangunan, sejumlah titik jalan sudah mengalami kerusakan serius.
“Kami menduga proyek ini tidak dilaksanakan sesuai dengan RAB yang telah ditetapkan. Ada indikasi bahwa kontraktor lebih mengutamakan keuntungan daripada kualitas pekerjaan. Ini mengakibatkan jalan yang dibangun dengan anggaran negara justru rusak total dalam waktu singkat,” ujar Ketua DPW LIRA Maluku, Salim Rumakefing.
Tak hanya menyampaikan kritik, Rumakefing juga berencana mengambil langkah hukum. Pada Senin, 16 Juni 2025, mereka akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi Maluku dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku, guna mendesak penegak hukum memanggil serta memeriksa pihak-pihak terkait, termasuk mantan Kepala Dinas PUPR SBB, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan pihak kontraktor.
Lebih lanjut, LIRA Maluku juga telah menyiapkan tim kuasa hukum untuk secara resmi melaporkan dugaan penyimpangan proyek ini kepada aparat penegak hukum. Mereka menilai, proyek ini merupakan bentuk pemborosan anggaran negara dan telah mengecewakan masyarakat yang sangat mengharapkan akses jalan yang layak.
“Pemerintah daerah seharusnya membuka akses transportasi bagi masyarakat secara luas, bukan justru menghadirkan proyek yang bermasalah. Sampai hari ini, masyarakat di wilayah Pulau Kelam belum dapat menikmati infrastruktur jalan secara optimal,” tegas Rumakefing.
Proyek ini kini menjadi sorotan publik dan diharapkan menjadi pintu masuk untuk mengungkap berbagai potensi penyimpangan anggaran lainnya di sektor infrastruktur daerah.